KULTUM RAMADHAN, " Memelihara Momen Ramadhan Jangan Lagi dari Nol "
(Sumber : Buletin Dakwah, Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, 09 Syawal 1426 H/11 Nov.2005 M)
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّتِيْ نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ اَنْكَاثًاۗ
"Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. "(an-Nahl 92)
Ramadhan datang. Ramadhan pergi. Begitula sunnatullah yang berlaku pada kehidupan alam semesta ini. Keadaan yang melingkupi diri seorang mu'min dari Ramadhan ke Ramadhan berikutnya pun hampir pasti berbeda-beda.
Kesadaran Hakiki
Hampir merata setiap mu'min terpanggil dan tergugah kesadaran hakikinya sebagai hamba Allah s.w.t. begitu Ramadhan datang. Gegap gempita kaum mu'minin di seantero dunia dalam menyambut dan mengisi bulan suci Ramadhan adalah merupakan indikasi yang paling mudah dibaca. Masjid penuh sesak, tilawah al-Qur'an yang menggema membahana naik ke langit dari hampir setiap rumah tangga mu'min, bahkan dari sekalipun. Busana muslimah yang rapi dan anggun mewarnai hampir setiap komunitas termasuk komunitas sinetron dan bisnis. Kesalehan sosial pun segera tampak, dari sejak memberi makan berbuka (ifthår ash shaimin) sampai berbagai bentuk kepedulian sosial yang lebih berkualitas. Jangan lagi dipertanyakan kajian-kajian keislaman yang beragam dan semakin intens saja. Dan mata pun begitu murah dan gampang berurai berlinang air mata. Bi Dumuw'i Al-imán Nastagbil Ramadhan. Dengan air mata iman kita sambut (dan jalani) Ramadhan. Begitu judul buku yang ditulis oleh syaikh Sulaiman Abdul Karim Al-Mufrij.
Tentu, itu semua tidak menafikan adanya sebagian mu'minin yang merasa terpasung dan terpenjara oleh Ramadhan, yang melewati hari-hari Ramadhan dengan rasa kesal. sesak nafas, menggerutu dan berbagai sumpah serapah amal. Na údzubillah min dzálik!.
Peningkatan Siklikal
Kini, sesudah Ramadhan berlalu, adakah telah terjadi peningkatan kualitas diri seorang mu'min secara signifikan?
Ayat di atas (Q.S. 16:92) sesungguhnya memberikan peringatan dini terhadap setiap mu'min agar tidak bersikap dan berlaku naïf: Ibarat perempuan yang memintal, menenun benang helai demi helai. Berhari, berpekan, bahkan berbulan hingga menjadi kain yang kuat dan indah. Bisa bermanfaat untuk berbagai jenis pakaian dan asesoris. Tetapi tiba-tiba mengurainya kembali helai demi helai terburai tak menentu. bahkan menjadi benang kusut tak bernilai lagi sama sekali. Segalanya hilang percuma Sungguh tantsil Qur'ani baligh permisalan Qur'ani yang sangat tepat. bagi sebuah kekonyolan amal.
Dalam konteks shaum (puasa), peningkatan seperti ini adalah peningkatan yang siklikal (al-Irtifä' ad-Daury), amalan amalan meningkat tinggi dan bahkan drastis. Tetapi usar Ramadhan turun drastis pula. Maka setiap Ramadhan memulai diri dari nol. Nol besar!
Inilah kondisi buruk seorang mu'min yang -apa boleh dikata diaminkan Rasulullah s.a.w. sebagai orang yang rugi (ketika Jibril a.s. memberitakan kondisi itu kepada Rasul):
"Rugi bagi seseorang yang (dalam hidupnya) dilewati bulan Ramadhan, hingga Ramadhan kemudian berlalu, ia tidak diampunkan dosanya oleh Allah swt. (HR. Bukhari dan Baihaqi).
Dalam konteks da'wah dan amal jama'i kondisi ini dilukiskan seorang penyair;
"Kapan sebuah bangunan akan selesai? Jika anda membangun, selain membangun anda menghancurkannya."
Peningkatan Struktural
Maka, peningkatan kualitas yang mesti diupayakan oleh diri seorang mu'min dengan ibadah shaum dan ibadah-ibadah lain yang menyertainya adalah peningkatan struktural (al-irtifa at-tashá'udy), peningkatan secara berjenjang, ibarat struktur anak tangga. Jangan lagi mulai dari nol! Artinya setelah gegap gempita amaliah satu Ramadhan, menurun normal pada bulan Syawwal, tetapi naik dari nol ke tangga satu (dari bawah) dijaga sepanjang bulan bulan berkutnya. Jika Ramadhan datang lagi mulai dari satu, dan bukan dari nol lagi. Begitu seterusnya meningkat secara berstruktur. Rindu lagi Rumadhum, meminjam ungkapan puitis Taufik Imail menjadi lebih bermakna.
Memelihara Moment Ramadhan Ramadhan adalah moment ketaatan dan kepatuhan hamba, moment taqarrub ilallah, moment kepedulian sosial dan moment pembelaan terhadap kesucian al-Islam dan masa depannya. moment-moment imani (mawaqif imániyah) ini haruslah dijaga seterusnya.
Allah Yang Maha Mengetalui dan Menghitung amal manusia di bulan Ramadhan, Dia jugalah yang berkuasa menghitung segala amal hamba-Nya di bulan-bulan lainnya. Tak terjadi pergeseran penguasa Penguasa tunggal: Allah swt. Secara deskriptif. pemeliharaan moment-moment itu, bisa dilakukan melalui, antara lain:
- Al-Iltizam sam bi shalatil jamá ah fil masjid (komited dengan shalat jama'ah 5 waktu di masjid),
- Mudawamatu tilawatil Quran (melestarikan baca dan tadabbur al-Qur'an).
- Mudawamatu qiyámi'l-lail (melestrikan shalat malam atau tahajjud).
- Hifdzul lisan wal bashar sal faraj (menjaga lisan, mata dan kehormatan).
- Al-Inayah bil mustadhafin (peduli terhadap yang lemah dan dilemahkan).
- Al Hirsh alal ulúmin- náfi'ah (getol berusaha menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat).
- Ad-Da'wah Ilalláh wa ad- difa' anil Islám (dakwah ilallah dan membela al-Islam)
- Ijtinábul Ma'ashi wal- munkarát (menjauhi berbagai kemaksiatan dan kemungkaran)
- At-Tawarru "anisy- syubuhat (memelihara diri dari segala yang samar/bias)
- Muzówalatu ruhit Tadhhiyah wal itsár (terus melatih memupuk semangat berkorban dan mendahulakan kepentingan orang lain).
Konsistensi wajah dan wijhah menuju dien yang benar dan lurus, yang telah terbina baik sepanjang Ramadhan, sudah barang pasti haruslah dijaga.
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (ar-Rum 30)
Ya Allah, berikanlah hamba kesempatan meneguk kenikmatan surgawi Ramadhan tahun depan. amin ya Rabbal lamin
Wal-lahu a'lam bi sawab
by Suhandi,S.Pd.